Program Kemitraan Register 45 Dinilai Warga Gagal

MESUJI – (Muaramesuji.com) Penyelesaian konflik Agraria di kabupaten Mesuji khususnya di wilayah Register 45 akan terus mengalami jalan buntu.
Pendekatan Negara dalam hal ini Kementerian kehutanan melalui Kelompok Pengelola Hutan (KPH) Sungai Buaya, Pemerintah Kabupaten Mesuji dan PT Silva Inhutani menjalankan program kemitraan dan perhutanan sosial kepada masyarakat di register 45 terbukti gagal dalam memperbaiki dan meningkatkan kehidupan petani.
Pemerintah Daerah dan KPH Sungai Buaya menjanjikan kesejahteraan dan hasil surplus panen dari komoditas kemitraan yang dijalankan oleh petani.
Pola kemitraan yang berjalan inilah yang dikampanyekan telah berhasil dan mendapatkan penghargaan pertama penyelesaian konflik agraria secara nasional pada pemerintahan gubernur Ridho Ficardo di tahun 2017 yang lalu.
Pada kenyataanya pola kemitraan yang berjalan dimata petani sangat tidak menguntungkan dan membuat petani terpuruk dalam kemiskinan.
Berdasarkan penjelasan pak Nyoman Sayur bahwa mereka masyarakat yang ada di Marga Jaya sudah mengikuti program kemitraan sejak tahun 2015 hingga sekarang, sudah 9 tahun berjalan dengan 3 jenis komoditas yaitu Kayu (Albasia), Singkong dan juga Tebu.
“Untuk kayu ditanam sejak tahun 2015 dan saat ini sudah 9 tahun selesai dipanen ternyata tidak ada laporan hitungan dan hasil bagi petani, jadi hasil panen kayu petani tidak tau secara jelas dapatnya berapa kubik dan berapa hasil dari penjualannya, semua dipanen oleh PT Silva tanpa hitungan yang transparan,” kata Nyoman Sayur kepada Muaramesuji.com
Hal yang sama berlaku juga untuk komoditas kerjasama Singkong, untuk komoditas ini terhitung sejak 2015 masa tanam sudah beberapa kali panen sampai sekarang juga belum ada hitungan hasil panen dan hitungan bagi hasil bagi petani, jadi benar-benar tidak ada transparansi atas kerjasama yang sudah dijalankan.
“Untuk komoditas Tebu yang sudah berjalan tahun 2023 yang lalu juga tidak jauh berbeda hasilnya dengan komoditas kemitraan sebelumnya,” tambahnya.
Setelah panen Tebu hitungan pendapatan dan bagi hasil bagi petani sangat jauh dari cukup untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Hitungannya sebagai komoditas tahunan tidak masuk, untuk jangka waktu setahun dengan luasan 1 hektar cuma menghasilkan pendapatan 1-2 juta bagi petani. Hitungan yang jauh dari kata cukup untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga petani perbulannya kata pak Nyoman Sayur.
Pengakuan lainnya dari tokoh masyarakat Sido Rukun bahwa program kemitraan menjamin adanya keamanan bagi petani ternyata juga jauh dari harapan, masih banyak terjadi premanisme yang masuk ke masyarakat, mengancam mengambil lahan masyarakat dan meminta sejumlah uang kepada masyarakat, bahkan pada beberapa kasus terdapat pengambil alihan lahan petani secara paksa oleh oknum-oknum tertentu untuk diperjualbelikan, masyarakat gak berdaya sama mafia-mafia yang seperti itu, sedangkan Aparat Negara dan pemerintah cenderung melakukan pembiaran sehingga tetap saja korbannya adalah petani.
Atas kenyataan tersebut menurut Nyoman Sayur masyarakat Marga Jaya dan Sido Rukun menyatakan menolak Kemitraan dan segala bentuk kerjasama Perhutanan Sosial.
“Kami sudah capek dan tidak mau lagi dibohongi dengan janji-janji palsu mensejahterakan, janji palsu petani Berjaya. Itu jauh dari harapan, sudah 9 tahun berjalan bukan kesejahteraan yang kami dapat tapi sengsara dan kesulitan hidup untuk bertahan,” sebutnya kesal.
Pandangan yang sama disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Syahrul Sidin bahwa Pemerintah Daerah dan juga KPH sungai buaya untuk menghentikan program Kemitraan dan Perhutanan Sosial, Negara semestinya memeriksa kembali praktek kerjasama program tersebut, apakah benar program tersebut menyelesaikan konflik agraria secara nyata atau hanya menunda konflik agraria yang jauh lebih besar dampaknya dikemudian hari.
“Secara nyata praktek 9 tahun kemitraan menyisakan luka dan kesengsaraan bagi petani yang bermitra, jadi wajar kalau kemudian kesimpulannya hari ini mereka menolak Kemitraan dan perhutanan sosial,” pungkasnya.(apr/adi)