Larangan Menimbun Emas dan Perak

Oleh: Bambang Irawan
Kesenjangan ekonomi telah menjadi fakta pahit di berbagai belahan dunia. Di tengah kekayaan yang melimpah, jutaan orang masih hidup dalam kemiskinan. Sistem kapitalisme gagal menciptakan keadilan distribusi kekayaan—ia hanya sibuk menghitung angka pertumbuhan ekonomi tanpa menyentuh akar masalah: ketimpangan kepemilikan. Sementara sosialisme mencoba “memangkas” hak milik pribadi secara paksa, yang justru melahirkan tirani baru.
Islam, melalui aturannya, menawarkan solusi fundamental: larangan menimbun emas dan perak (QS. At-Taubah: 34-35) yang artinya
Artinya, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34) “(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (35).
Larangan ini bukan sekedar dogma, melainkan mekanisme untuk mencegah konsentrasi kekayaan di segelintir orang. Dalam sistem ekonomi Islam, harta harus berputar aktif di masyarakat, bukan mengendap di brankas para kapitalis.
Kegagalan Kapitalisme & Sosialisme
Kapitalisme mengklaim mampu mendistribusikan pendapatan, tetapi nyatanya, 1% populasi global menguasai 44% kekayaan dunia (Oxfam, 2023). Sistem ini hanya memindahkan uang dari satu kantong ke kantong lain tanpa menjamin keadilan. Sementara sosialisme, dengan dalih pemerataan, justru membunuh hak milik individu—yang terjadi bukanlah keadilan, melainkan pemerataan kemiskinan.
Islam Menjamin Distribusi yang Adil
Dalam sistem islam bahwa Islam mengatur tiga jenis kepemilikan:
- Kepemilikan Individu – Diakui selama diperoleh secara halal.
- Kepemilikan Umum – Sumber daya alam (minyak, tambang, air) dikelola negara untuk rakyat.
- Kepemilikan Negara – h+Digunakan untuk kemaslahatan bersama.
Selain itu, Islam memiliki instrumen konkret:
- Zakat– Memaksa redistribusi kekayaan dari kaya ke miskin. Agar harta tidak beredar dan tidak berkumpul pada yang kaya saja.
- Larangan Riba – Mencegah eksploitasi ekonomi.
- Wakaf & Infak – Membangun jaringan sosial mandiri.
Emas & Perak: Bukan untuk Ditimbun
Islam melarang penimbunan emas dan perak karena:
- Memicu Kelangkaan Uang – Jika kekayaan mengendap, perekonomian mandek.
- Memperlebar Kesenjangan – Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terhimpit.
- Melanggar Keadilan Sosial – Harta harus berfungsi sosial, bukan sekadar simbol kemewahan.
Solusi Nyata, Bukan Sekadar Teori
Sementara kapitalisme dan sosialisme hanya berdebat di tingkat konsep, Islam telah membuktikan keadilannya dalam sejarah:
- Di masa Umar bin Abdul Aziz, zakat sampai kesulitan menemukan mustahiq (penerima zakat) karena kemakmuran merata.
- Sistem bagi hasil (mudharabah) menggantikan riba, sehingga tidak ada eksploitasi. Kesimpulan
Krisis ekonomi global adalah bukti kegagalan sistem sekuler. Islam tidak hanya melarang penimbunan, tetapi juga menawarkan mekanisme aktif untuk memastikan kekayaan terdistribusi adil. Jika kita serius mengatasi kesenjangan, sudah saatnya kembali kepada solusi Ilahi—bukan sekadar mengandalkan teori manusia yang rapuh.