Antara Hibah dan Pungli Alsintan Combine Haevester di Mesuji

MESUJI – (Muaramesuji.com)
Keresahan muncul dari para petani di Kabupaten Mesuji, khususnya Gapoktan dan Poktan di wilayah Kecamatan Mesuji. Mereka mengaku diminta menyetor uang sebesar Rp20 hingga Rp30 juta setiap kali musim panen kepada pihak Dinas Pertanian Mesuji. Rabu (23/04/24).
“Kami dimintai uang setoran oleh orang dinas, pak,” ujar seorang pengurus Gapoktan yang enggan disebutkan namanya.
“Setoran itu bukan hanya saya yang mengalami, tapi pengelola Combine yang lain juga,” tambahnya.
Praktik ini, menurut narasumber, sudah berlangsung sejak era Kabid Sarpras sebelumnya, Gunawan, hingga kini dijabat Achiri Apriadi.
Menanggapi tudingan tersebut, Plt Kepala Dinas Pertanian Mesuji, Samsi, membantah keras adanya pungutan atau setoran dari petani.
“Alat Combine Harvester sudah diserahkan kepada kelompok/Gapoktan. Dinas tidak mengelola lagi dan tidak menerima setoran apapun setelah panen,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp.
Senada, Plt Sekretaris Dinas Pertanian, Darul, turut menegaskan bahwa tidak ada pungutan tersebut.
“Alat tersebut hibah, pengelolaan dan perbaikannya tanggung jawab kelompok. Hasilnya juga masuk ke kas mereka. Kalau setoran perpanen, setahu saya tidak ada,” tegas Darul.
Pernyataan yang saling bertentangan ini menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Di satu sisi, para petani mengaku terbebani dengan permintaan setoran yang mereka sebut sebagai praktik pungli. Di sisi lain, dinas menyatakan tidak terlibat dan menegaskan bahwa alat-alat pertanian sudah menjadi milik kelompok tani.
“Kalau memang itu hibah, kenapa kami masih dimintai uang setiap panen? Kami butuh kejelasan, bukan tekanan,” ungkap pengelola alat combine lainnya yang juga meminta namanya dirahasiakan.
Agar persoalan ini tidak terus menjadi bola panas yang merugikan petani, sejumlah pihak menyarankan adanya investigasi dari lembaga independen, seperti Inspektorat Daerah atau Ombudsman. Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan dan transparansi terhadap pengelolaan bantuan alat pertanian.
Selain itu, edukasi kepada kelompok tani mengenai hak dan kewajiban pengelolaan alat hibah sangat penting agar mereka tidak mudah ditekan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Isu ini menjadi pengingat penting bahwa niat baik program bantuan bisa menjadi bumerang bila tidak dikelola secara transparan. Di tengah sulitnya kehidupan petani, dugaan praktik seperti ini sungguh mencederai semangat kemandirian dan keadilan dalam dunia pertanian.(*)