Bukan Kartini!

Nyai Walidah Bukan Kartini, Tapi Terang Itu Ada Padanya
Oleh : Bambang Irawan
Wanita ini bukan R.A. Kartini.
Ia tak menulis surat dari balik jeruji, tapi langsung turun ke medan juang.
Ia tak bersandar pada pena, tapi menggerakkan tangan dan hati untuk mencerdaskan umat.
Namanya Nyai Walidah Ahmad Dahlan.
Tak banyak yang mengenalnya di pelajaran sejarah sekolah, namun karyanya tumbuh dan terus hidup. Ia bukan sekadar pendamping K.H. Ahmad Dahlan, tapi pelopor dakwah perempuan. Bukan sekadar istri seorang ulama, tapi ibu bangsa sejati.
Ia tidak meninggalkan buku kumpulan surat, tapi meninggalkan ribuan warisan nyata:
Ribuan TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal
Rumah Sakit dan Klinik ‘Aisyiyah
Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah
Panti Asuhan, Panti Wreda, Panti Difabel
Rumah Singgah, Rumah Sakinah
Balai Latihan Perempuan
Hingga Daycare untuk lansia.
Apa yang ia bangun bukan sekadar institusi, tapi peradaban.
Ia tak minta diperingati tiap tahun. Tapi semangat dan kiprahnya dilanjutkan tiap hari oleh jutaan perempuan penggerak ‘Aisyiyah.
Beliau berdiri di garis depan: mengajar, berdakwah, membela kaum dhuafa, menyusun strategi pendidikan dan pemberdayaan perempuan di zaman penjajahan — saat pendidikan perempuan masih dianggap tabu.
Apakah beliau lebih hebat dari Kartini?
Tidak perlu dibandingkan.
Sejarah tak sedang mencari siapa yang lebih menonjol.
Yang kita butuhkan adalah mengenali siapa yang telah memberi terang, dan Nyai Walidah adalah salah satunya.
Jika Kartini menulis tentang terang, maka Nyai Walidah adalah terang itu sendiri.
Ia bukan tokoh perayaan. Ia adalah tokoh peradaban.
Dan hari ini, terang itu terus menyala. Di desa, di kota, di sekolah-sekolah, di ruang bidan, di tangan-tangan perempuan tangguh anggota ‘Aisyiyah.